PENGUSAHA TAHU CIANJUR MENJERIT, HARGA KEDELAI TEMBUS RP.13.000 IMBAS DOLAR MENGUAT

 

Sumber Foto: Republika

WARTAALENGKA, Cianjur Sejumlah pengusaha tahu di Kabupaten Cianjur mulai merasa terhimpit akibat terus naiknya harga bahan baku kedelai. Penguatan dolar Amerika Serikat terhadap rupiah menjadi salah satu penyebab utama lonjakan harga kedelai impor yang digunakan dalam produksi tahu.

Harga kedelai yang sebelumnya berada di kisaran Rp10.000 hingga Rp11.000 per kilogram, kini melonjak hingga menyentuh Rp13.000. Kenaikan ini sangat memberatkan para pelaku usaha, terlebih mereka tak bisa serta-merta menaikkan harga jual tahu di pasaran.

Yudi, seorang produsen tahu rumahan di Cianjur, mengungkapkan bahwa ia terpaksa mengurangi produksi harian akibat beban biaya bahan baku yang semakin tinggi. “Kalau dulu bisa produksi 150 kotak per hari, sekarang tinggal 100 kotak. Mau bagaimana lagi, harga kedelai terus naik,” ujar Yudi, Kamis (18/4).

Pengusaha lain, Dani (42), mengatakan bahwa kondisi ini membuatnya harus lebih cermat dalam mengatur pengeluaran. Ia bahkan mempertimbangkan untuk berhenti produksi sementara jika harga kedelai tak juga stabil dalam waktu dekat.

Harga kedelai menjadi faktor dominan dalam biaya produksi tahu, bahkan mencapai lebih dari 60 persen dari total biaya produksi. Ketika kedelai naik, otomatis seluruh lini produksi pun ikut terdampak.

Menurut laporan Badan Pangan Nasional, sekitar 90 persen kebutuhan kedelai nasional masih bergantung pada impor. Ketika nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS, maka harga kedelai impor pun melonjak drastis.

Kondisi ini diperparah oleh tingginya ongkos kirim dan distribusi bahan baku, yang turut menyumbang beban tambahan bagi produsen. Tak sedikit produsen tahu di Cianjur yang kini mulai mengurangi jumlah produksi demi bertahan di tengah tekanan biaya.

“Kami tidak bisa serta-merta menaikkan harga tahu karena pembeli pasti keberatan. Apalagi pelanggan kami sebagian besar pedagang kecil dan konsumen rumah tangga,” kata Dani.

Beberapa produsen bahkan mengaku mulai menyesuaikan ukuran tahu agar tetap bisa menjual di harga lama. Namun, langkah ini pun dinilai kurang ideal karena dikhawatirkan bisa mengecewakan pelanggan tetap.

Ketua Asosiasi Produsen Tahu dan Tempe Cianjur, Deni Wahyudi, mengatakan bahwa selama dua bulan terakhir, tren penurunan produksi cukup signifikan. Bahkan, sekitar 10 persen pelaku usaha anggota asosiasi sudah menghentikan kegiatan produksinya secara sementara.

“Banyak yang memilih berhenti dulu, menunggu harga kedelai stabil. Kalau dipaksakan, bisa rugi terus-menerus,” kata Deni.

Pemerintah diminta hadir dalam situasi seperti ini, terutama untuk menjamin ketersediaan bahan baku kedelai dengan harga yang terjangkau. Menurut Deni, salah satu bentuk intervensi yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan subsidi atau insentif bagi para produsen kecil.

Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Cianjur mengaku telah menerima laporan dan keluhan dari para pengusaha tahu. Pihaknya berjanji akan menyampaikan aspirasi tersebut kepada pemerintah provinsi maupun pusat.

“Kami sedang menyusun laporan untuk disampaikan secara berjenjang. Harapannya ada langkah konkret untuk mengatasi krisis bahan baku ini,” kata Rina Marlina, perwakilan Disperindag Cianjur.

Selain dukungan harga, produsen juga meminta perhatian terhadap aspek stabilitas pasokan. Mereka khawatir jika pasokan kedelai impor terganggu, maka kelangkaan tahu bisa terjadi di pasaran.

“Jangan sampai tahu jadi barang mahal dan langka. Ini makanan rakyat kecil yang harus dijaga keberadaannya,” ujar Deni.

Seiring dengan kondisi tersebut, sebagian produsen mulai mencari alternatif bahan baku lokal. Namun demikian, kualitas dan ketersediaan kedelai lokal dinilai masih belum mampu memenuhi standar industri tahu di Cianjur.

Sementara itu, masyarakat juga mulai merasakan dampaknya. Di beberapa pasar tradisional, harga tahu mulai mengalami kenaikan. Nani, pedagang di Pasar Cipanas, menyebut bahwa harga per kotak tahu sudah naik dari Rp1.500 menjadi Rp2.000 dalam beberapa hari terakhir.

“Konsumen mulai banyak yang ngeluh, tapi kita juga tidak bisa berbuat banyak karena memang dari produsen sudah mahal,” ucap Nani.

Di sisi lain, para pelaku usaha tahu berharap ada langkah strategis jangka panjang dari pemerintah. Salah satunya dengan meningkatkan produksi kedelai lokal agar tidak terlalu bergantung pada impor.

Jika hal ini tidak segera diatasi, industri tahu rumahan yang menjadi tumpuan ekonomi banyak keluarga di Cianjur bisa kolaps. “Kami tidak mau ini berakhir jadi sejarah. Tahu adalah warisan kuliner dan mata pencaharian kami,” pungkas Deni. (WA/ Ow)

Sumber: Cianjur Ekspres/Imbas Dolar Menguat, Pengusaha Tahu Cianjur ‘Menjerit’. Oleh Rizkan Rezkyesa

 


Lebih baru Lebih lama